Tindakan Plagiat Seorang Professor -Analisa, 13 September 2011
Oleh: Nasib Tua Lumban
Gaol
Dunia pendidikan kita baru-baru ini dihebohkan dan
dipermalukan oleh kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang guru besar atau
Profesor. Tentunya kasus yang terjadi ini membuat kita seolah-olah tidak
percaya karena pelakunya adalah seseorang yang memilki gelar tertinggi di
Perguruan Tinggi.
Realita telah berbicara secara gamlang, bahwa kasus
plagiat itu dilakukan oleh seorang guru besar. Guru besar Universitas Riau, Prof.II
(namanya dirahasikan), terbukti
melakukan plagiarit dalam membuat buku yang berjudul, “Sejarah Maritim”. Buku yang dimaksud merupakan buku jiblakan dari
buku Budaya Bahari karya Mayor
Jendral (Marinir) Joko Pramono terbitan Gramedia, tahun 2005 (Kompas, 24/08/2011)
Sebenarnya kasus plagiat yang dilakukan oleh guru
besar tersebut bermula atas laporan mahasiswa Unri (Universitas Riau) yang
menemukan persamaan isi buku yang dibuat oleh guru besar tersebut dengan buku Budaya Bahari karya Joko Pramono. Kemudian
mahasiswa yang mengetahui hal itu melaporkan kasus tersebut kepada Rektor Unri
dan Menteri Pendidikan Nasional. Selanjutnya, Mendiknas memerintahkan Rektor Unri
untuk menyelidiki tuduhan plagiat yang dilaporkan oleh mahasiswa tersebut.
Selidik punya selidik, ternyata sejauh-jauhnya bangke
disembunyikan, cepat atau lambat pasti tercium juga aroma busuknya. Demikianlah
hal yang dialami oleh guru besar Unri tersebut. Dia berpikir bahwa dia sudah
dengan rapi menyembunyikan kelakukan buruknya yang melakukan plagiat. Ternyata,
apa boleh buat bangke tindakan buruknya itu, yang disembunyikan dengan rapi
rupanya ketahuan juga. Yang mana, setelah dilakukan analisa dan melihat
berbagai pertimbangan akademik, sesuai peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di Perguruan Tinggi,
maka Guru besar Unri tersebut dinyatakan melakukan plagiarisme (Kompas, 24/08/2011)
Mengetahui kasus plagiat tersubut maka kita akan
bertanya, ‘bagaimanakah dia sebenarnya maka bisa menjadi guru besar? Dan memang
ketika saya tanyakan kepada teman mahasiswa saya tentang hal ini, dia langsung menjawab
secara singkat, “berarti gelar itu diambil bukan berdasarkan kemampuannya donk !”. Jadi, memang wajar setiap orang
yang mengetahui kasus ini akan mengatakan ‘guru besarnya saja sudah melakukan
hal yang demikian, apalagi mahasiswanya!’.
Kelakuan buruk seseorang yang memiliki pengaruh
besar tentunya akan mempengaruhi kepercayaan orang lain terhadap tempat dia
bekerja. Seperti halnya yang dilakukan oleh guru besar Unri tersebut, secara
tidak langsung dia sebenarnya sudah merusak nama baik Perguruan Tinggi tempat
dia mengabdikan ilmunya. Demikian juga dengan dunia pendidikan kita, semakin
buruk akibat kasus ini.
Dan bukan hanya itu saja, dia juga telah merusak
nama baik gelar profesor. Artinya masyarakat Indonesia akan meragukan kualitas
setiap profesor yang ada di Negeri ini. Karena gelar profesor tidak lagi
menjadi jaminan bahwa seorang profesor itu benar-benar berilmu di bidangnya.
Menurut hemat penulis, timbulnya kasus plagiat seperti
yang dilakukan oleh guru besar Unri tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, Perguruan tinggi dengan
sembarangan memberikan gelar guru besar kepada dosennya tanpa mengetahui kejelasan
bagaimana profilnya. Atau dengan kata lain karena adanya persekongkolan dalam pemberian
gelar guru besar, sehingga kualitas tidak lagi diperdulikan.
Kedua,
guru besar tersebut tidak berintegritas ketika sudah berstatus menjadi guru
besar. Artinya dengan berstatus sebagai guru besar dan mendapat gaji tunjangan,
maka dia harus melakukan kegiatan ilmiah (penelitian, penulisan buku, dan lain
sebaginya). Namun, kegiatan ilmiah tersebut tidak terkerjakannnya, sehingga dia
menyuruh orang lain untuk mengerjakan tugasnya. Tapi, orang yang disuruh mengerjakan
pun rupanya tidak berintegritas juga, maka yang terjadi adalah plagiat
(menjiblak karya orang lain). Seperti halnya yang dilakukan oleh Profesor Unri,
Profesor Unri ini menyuruh Bn (stafnya) mencari bahan untuk membuat buku
maritim. Eh, ternyata rekan sejawatnya itu mengutip bulat-bulat isi buku Budaya Bahari karya Joko Pramono
tersebut.
Peristiwa plagiat sebenarnya sedang
dilatih di Perguruan Tinggi kita saat ini. Hal ini terlihat dari pengamatan
penulis sendiri, yang mana ada saja dosen
yang memberikan tugas kuliah kepada mahasiswanya, tapi tugas itu tidak
diperiksa dosen tersebut. Sehingga mahasiswa yang melakukan plagiat pun dosen
tidak mengetahuinya. Padahal melakukan
plagiat sudah menjadi budaya mahasiswa dalam mengerjakan tugasnya. Jadi memang
tidak perlu diherankan lagi jika Professor kita melakukan plagiat. Karna dari
awalnya pun para calon ilmuan kita sudah diajari untuk melakukan hal tersebut.
Jika kasus plagiat ini terus menurus dibiarkan dan
menjadi budaya yang terselubung maka Perguruan Tinggi sebagai penghasil
generasi penerus, yang mana diharapkan dapat membawa perubahan bagi bangsa ini
hanyalah impian belaka. Bahkan peristiwa tragis yang akan muncul nantinya akibat
pembiaran ini adalah menjamurnya para professor yang tidak berkualitas.
Keseriusan Pemerintah
dan Perguruan Tinggi
Dengan hadirnya kasus plagiat baru-baru ini, dan pelakunya
adalah seorang professor maka sangatlah dibutuhkan keseriusan Pemerintah dan
Perguruan Tinggi dalam menyelesaikan permasalahan ini. Karna Kasus plagiat ini
menandakan bahwa sistem pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi saat ini tidaklah
berkarakter dan berkualitas.
Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam
menangani permasalahan ini agar kasus yang sama tidak terulang kembali. Sebab
jika kasus ini terulang kembali maka sama bodohnyalah kita dengan seekor
keledai – mau jatuh berulang-ulang kali dalam lubang yang sama.
Hal utama
yang mendesak untuk dilakukan pemerintah untuk saat ini adalah melakukan mengujikelayakan
setiap guru besar yang ada, jangan-jangan guru
besar kita yang ada saat ini banyak yang melakukan plagiat. Artinya
gelar professor diperoleh bukan dengan cara yang benar. Untuk itu, Menteri
Pendidikan memang harus bertindak tegas memberikan sanksi kepada pelaku yang
terbukti melakukan plagiat tanpa pandang bulu, hal ini bertujuan agar si pelaku
merasa jera. Guru besar Unri juga harus diberikan sanksi yang demikian.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu memperhatikan dan
mengawasi setiap Perguruan Tinggi dalam pemberian gelar. Perguruan Tinggi harus
benar-benar diawasi karena mereka adalah pabrik penghasil gelar mulai Diploma
hingga Profesor. Dan jika pemerintah lalai dalam memperhatikan hal tersebut,
maka akan semakin banyaklah orang-orang yang bergelar tanpa karakter dan kualitas.
Perguruan Tinggi juga tidak boleh tinggal diam
melihat permasalahan ini. Karena Perguran Tinggi sebenarnya pemegang kunci
utama yang mengetahui kasus plagiat yang dilakukan oleh dosen (baik yang sudah professor
atau yang belum) maupun mahasiswanya. Sehingga, jika terjadi kasus plagiat maka
yang bertanggungjawab adalah Perguruan Tinggi tersebut. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi haruslah transparan
dan mempermudah jika ada pemerikasaan kasus plagiat.
Harapan ke Depan
Menurut hemat penulis, Perguruan Tinggi ke depan
haruslah seletif sebelum memilih orang-orang yang akan diangkat sebagai guru
besar. Perguruan Tinggi harus melihat bagaimana sebenarnya karakter dan
kompetensi yang dimiliki si calon guru besar tersebut. Hal ini bertujuan agar
tidak terjadi lagi kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang professor.
Dan yang tidak kalah pentingnya lagi adalah
mahasiswa juga harus senantiasa mempersiapkan diri sebagai generasi penerus
yang akan memperbaiki kondisi bangsa ini. Selain itu, mahasiswa juga harus
melaporkan kasus palgiat jika memang ada yang melakukannnya. Seperti yang
dilakukan oleh mahasiswa Unri tersebut. Semoga Negeri ini bebas dari tindakan Plagiarisme
Seorang Professor !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar