Rabu, 12 Juni 2013

PERBAIKAN PROFESSOR


Tindakan Plagiat Seorang Professor -Analisa, 13 September 2011
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
Dunia pendidikan kita baru-baru ini dihebohkan dan dipermalukan oleh kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang guru besar atau Profesor. Tentunya kasus yang terjadi ini membuat kita seolah-olah tidak percaya karena pelakunya adalah seseorang yang memilki gelar tertinggi di Perguruan Tinggi.
Realita telah berbicara secara gamlang, bahwa kasus plagiat itu dilakukan oleh seorang guru besar. Guru besar Universitas Riau, Prof.II (namanya dirahasikan), terbukti melakukan plagiarit dalam membuat buku yang berjudul, “Sejarah Maritim”. Buku yang dimaksud merupakan buku jiblakan dari buku Budaya Bahari karya Mayor Jendral (Marinir) Joko Pramono terbitan Gramedia, tahun 2005 (Kompas, 24/08/2011)
Sebenarnya kasus plagiat yang dilakukan oleh guru besar tersebut bermula atas laporan mahasiswa Unri (Universitas Riau) yang menemukan persamaan isi buku yang dibuat oleh guru besar tersebut dengan buku Budaya Bahari karya Joko Pramono. Kemudian mahasiswa yang mengetahui hal itu melaporkan kasus tersebut kepada Rektor Unri dan Menteri Pendidikan Nasional. Selanjutnya, Mendiknas memerintahkan Rektor Unri untuk menyelidiki tuduhan plagiat yang dilaporkan oleh mahasiswa tersebut.
Selidik punya selidik, ternyata sejauh-jauhnya bangke disembunyikan, cepat atau lambat pasti tercium juga aroma busuknya. Demikianlah hal yang dialami oleh guru besar Unri tersebut. Dia berpikir bahwa dia sudah dengan rapi menyembunyikan kelakukan buruknya yang melakukan plagiat. Ternyata, apa boleh buat bangke tindakan buruknya itu, yang disembunyikan dengan rapi rupanya ketahuan juga. Yang mana, setelah dilakukan analisa dan melihat berbagai pertimbangan akademik, sesuai peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di Perguruan Tinggi, maka Guru besar Unri tersebut dinyatakan melakukan plagiarisme (Kompas, 24/08/2011)
Mengetahui kasus plagiat tersubut maka kita akan bertanya, ‘bagaimanakah dia sebenarnya maka bisa menjadi guru besar? Dan memang ketika saya tanyakan kepada teman mahasiswa saya tentang hal ini, dia langsung menjawab secara singkat, “berarti gelar itu diambil bukan berdasarkan kemampuannya donk !”. Jadi, memang wajar setiap orang yang mengetahui kasus ini akan mengatakan ‘guru besarnya saja sudah melakukan hal yang demikian, apalagi mahasiswanya!’.
Kelakuan buruk seseorang yang memiliki pengaruh besar tentunya akan mempengaruhi kepercayaan orang lain terhadap tempat dia bekerja. Seperti halnya yang dilakukan oleh guru besar Unri tersebut, secara tidak langsung dia sebenarnya sudah merusak nama baik Perguruan Tinggi tempat dia mengabdikan ilmunya. Demikian juga dengan dunia pendidikan kita, semakin buruk akibat kasus ini.
Dan bukan hanya itu saja, dia juga telah merusak nama baik gelar profesor. Artinya masyarakat Indonesia akan meragukan kualitas setiap profesor yang ada di Negeri ini. Karena gelar profesor tidak lagi menjadi jaminan bahwa seorang profesor itu benar-benar berilmu di bidangnya.
Menurut hemat penulis, timbulnya kasus plagiat seperti yang dilakukan oleh guru besar Unri tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, Perguruan tinggi dengan sembarangan memberikan gelar guru besar kepada dosennya tanpa mengetahui kejelasan bagaimana profilnya. Atau dengan kata lain karena adanya persekongkolan dalam pemberian gelar guru besar, sehingga kualitas tidak lagi diperdulikan.
            Kedua, guru besar tersebut tidak berintegritas ketika sudah berstatus menjadi guru besar. Artinya dengan berstatus sebagai guru besar dan mendapat gaji tunjangan, maka dia harus melakukan kegiatan ilmiah (penelitian, penulisan buku, dan lain sebaginya). Namun, kegiatan ilmiah tersebut tidak terkerjakannnya, sehingga dia menyuruh orang lain untuk mengerjakan tugasnya. Tapi, orang yang disuruh mengerjakan pun rupanya tidak berintegritas juga, maka yang terjadi adalah plagiat (menjiblak karya orang lain). Seperti halnya yang dilakukan oleh Profesor Unri, Profesor Unri ini menyuruh Bn (stafnya) mencari bahan untuk membuat buku maritim. Eh, ternyata rekan sejawatnya itu mengutip bulat-bulat isi buku Budaya Bahari karya Joko Pramono tersebut.
            Peristiwa plagiat sebenarnya sedang dilatih di Perguruan Tinggi kita saat ini. Hal ini terlihat dari pengamatan penulis sendiri,  yang mana ada saja dosen yang memberikan tugas kuliah kepada mahasiswanya, tapi tugas itu tidak diperiksa dosen tersebut. Sehingga mahasiswa yang melakukan plagiat pun dosen tidak  mengetahuinya. Padahal melakukan plagiat sudah menjadi budaya mahasiswa dalam mengerjakan tugasnya. Jadi memang tidak perlu diherankan lagi jika Professor kita melakukan plagiat. Karna dari awalnya pun para calon ilmuan kita sudah diajari untuk melakukan hal tersebut.
Jika kasus plagiat ini terus menurus dibiarkan dan menjadi budaya yang terselubung maka Perguruan Tinggi sebagai penghasil generasi penerus, yang mana diharapkan dapat membawa perubahan bagi bangsa ini hanyalah impian belaka. Bahkan peristiwa tragis yang akan muncul nantinya akibat pembiaran ini adalah menjamurnya para professor yang tidak berkualitas.
Keseriusan Pemerintah dan Perguruan Tinggi
Dengan hadirnya kasus plagiat baru-baru ini, dan pelakunya adalah seorang professor maka sangatlah dibutuhkan keseriusan Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam menyelesaikan permasalahan ini. Karna Kasus plagiat ini menandakan bahwa sistem pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi saat ini tidaklah berkarakter dan berkualitas.
Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam menangani permasalahan ini agar kasus yang sama tidak terulang kembali. Sebab jika kasus ini terulang kembali maka sama bodohnyalah kita dengan seekor keledai – mau jatuh berulang-ulang kali dalam lubang yang sama.
 Hal utama yang mendesak untuk dilakukan pemerintah untuk saat ini adalah melakukan mengujikelayakan setiap guru besar yang ada, jangan-jangan guru  besar kita yang ada saat ini banyak yang melakukan plagiat. Artinya gelar professor diperoleh bukan dengan cara yang benar. Untuk itu, Menteri Pendidikan memang harus bertindak tegas memberikan sanksi kepada pelaku yang terbukti melakukan plagiat tanpa pandang bulu, hal ini bertujuan agar si pelaku merasa jera. Guru besar Unri juga harus diberikan sanksi yang demikian.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu memperhatikan dan mengawasi setiap Perguruan Tinggi dalam pemberian gelar. Perguruan Tinggi harus benar-benar diawasi karena mereka adalah pabrik penghasil gelar mulai Diploma hingga Profesor. Dan jika pemerintah lalai dalam memperhatikan hal tersebut, maka akan semakin banyaklah orang-orang yang bergelar tanpa karakter dan kualitas.
Perguruan Tinggi juga tidak boleh tinggal diam melihat permasalahan ini. Karena Perguran Tinggi sebenarnya pemegang kunci utama yang mengetahui kasus plagiat yang dilakukan oleh dosen (baik yang sudah professor atau yang belum) maupun mahasiswanya. Sehingga, jika terjadi kasus plagiat maka yang bertanggungjawab adalah Perguruan Tinggi tersebut. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi haruslah transparan dan mempermudah jika ada pemerikasaan kasus plagiat.
Harapan ke Depan
Menurut hemat penulis, Perguruan Tinggi ke depan haruslah seletif sebelum memilih orang-orang yang akan diangkat sebagai guru besar. Perguruan Tinggi harus melihat bagaimana sebenarnya karakter dan kompetensi yang dimiliki si calon guru besar tersebut. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi kasus plagiat yang dilakukan oleh seorang professor.
Dan yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mahasiswa juga harus senantiasa mempersiapkan diri sebagai generasi penerus yang akan memperbaiki kondisi bangsa ini. Selain itu, mahasiswa juga harus melaporkan kasus palgiat jika memang ada yang melakukannnya. Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa Unri tersebut. Semoga Negeri ini bebas dari tindakan Plagiarisme Seorang Professor !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar