Rabu, 12 Juni 2013

KEBIJAKAN TENTANG PENDIDIKAN


Surat Edaran yang Tak Mendarat --Analisa, 15 Februari 2012
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
“Keinginan yang mewajibkan mahasiswa program sarjana, magister, dan doktor membuat karya ilmiah di jurnal mengandung polemik”.(Kompas. 08/02/2012).
            Timbulnya polemik seperti di atas wajar terjadi karena apabila kita melihat kondisi bangsa kita yang saat ini amburadul akibat kebijakan yang tidak mendarat dari para pengambil kebijakan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan pun tidak lagi realisitis(bersifat nyata).
Misalnya saja kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi(Dikti), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan lewat surat edarannya pada tanggal 27 januari 2012. Yang mana dalam isi surat edaran tersebut berisi keputusan yakni, pertama Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi(Dikti) hanya akan akan menilai karya ilmiah jika artikel dan identitas penulisnya bisa ditelusuri secara oline. Selain itu, perguruan tinggi dan pengelola jurnal juga wajib mengunggah karya ilmiah mahasiswa dan dosen pada portal Garuda, perguruan tinggi dan seterusnya.
Kedua, setiap mahasiswa diperbolehkan lulus apabila sudah ada menerbitkan karya  ilmiahnya di jurnal. Untuk S-1, paper mahasiswa harus sudah ada yang terbit di jurnal ilmiah, S-2 harus menghasilkan paper yang terbit pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi Dikti, dan untuk S-3 harus menghasilkan paper yang terbit pada jurnal internasional.
Di satu sisi memang kebijakan ini sepertinya mengharuskan mahasiswa dan dosen untuk berusaha lebih giat lagi untuk menghasilkan tulisan ilmiahnya dan mempublikasikannya di media cetak maupun online. Namun di sisi lain kebijakan ini sebenarnya tidak mendarat, karena tidak menyelesaikan permasalah rendahnya keluaran karya ilmiah Perguruan Tinggi Indonesia. Atau dengan kata lain kebijakan yang terlalu mengada-ada, karena jangankan menulis karya ilmiah untuk menulis karya tulis popular pun masih banyak dosen dan mahasiswa yang tidak mampu untuk melakukannya.
Dan, karena ketidakmampuan menulis dosen dan mahasiswa ini lah penyebab utama rendahnya hasil karya tulis ilmiah Indonesia yang dimuat di jurnal. Alhasil Negara kita pun kalah jauh dari Malaysia dan Thailad. Yaitu berdasarkan data selama kurun waktu 1996-2010, Indonesia hanya memiliki 13.047 jurnal ilmiah, sementara Malaysia 55.211, dan Thailand 58.931 jurnal ilmiah.
            Rendahnya kuantitas hasil karya ilmiah Indonesia yang dipublikasikan di jurnal ilmiah ini sebenarnya menunjukkan betapa rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di perguruan tinggi. Akar permasalahan ini jika tidak segera diatasi kemungkinan besar perguruan tinggi hanyalah kandang manusia yang hidup dalam kebodohan. Dan dapat dikatakan bahwa bangsa ini tidak lagi memerlukan perguruan tinggi karena tri darma perguruan tinggi itu telah sirna –pendidikan, pengabdian, dan penelitian.
Penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di perguruan tinggi ini adalah akibat budaya memabaca dosen dan mahasiswa yang lemah. Dosen membaca hanya di waktu-waktu tertentu saja, sedangkan mahasiswa hanya cukup membaca jika ada tugas dari dosen. Atau dengan kata lain dosen dan mahasiswa belum menjadikan budaya membaca itu sebagai bagian dari kebutuhannya. 
Kelemahan dosen dan mahasiswa dalam membaca mengakibatkan budaya tulis-menulis tidak terpelihara dengan baik. Alhasil kemampuan para intelektual kampus ini pun sangat rendah  untuk menulis. Sehingga apa yang pernah kita dengar menjadi bukti bahwa perguruan tinggi sedang hidup dalam kebodohan, yaitu mahasiswa, dosen, bahkan professor melakukan tidankan plagiat.
Oleh karena itu, untuk mengakhiri polemik tentang surat edaran yang tidak mendarat dari Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi ini maka kebijakan yang tersurat dalam surat edaran tersebut haruslah ditarik dari setiap perguruan tinggi. Hal ini mengingat masih rendahnya sumber daya mahasiswa dan dosen yang ada di perguruan tinggi. Jadi jika surat edaran ini diberlakukan maka seperti menurut Bisman Nababan(Kompas, 08/02/2012) akan merugikan dosen dan mahasiswa serta perguruan tinggi.
Saran penulis, perbaikan kualitas dosen dan mahasiswa sebenarnya hal utama yang perlu dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi dalam rangka memperbaiki kualitas dan kuantitas karya ilmiah Indonesia. Perbaikan kompetensi dosen dapat dilakukan dengan pembentukan tim seleksi penerimaan dosen yang berintegritas. Hal ini dapat mengantisipasi banyaknya dosen yang tidak berkompeten di perguruan tinggi.
 Selain itu, penyedian fasilitas perguruan tinggi yang dapat mendorong minat dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuannya, seperti perpustakaan, laboratorium penelitian, dan laboratorium diskusi perlu dikembangkan. Karena melalui fasilitas yang ada ini lah maka kemampuan mahasiswa untuk menuliskan kembali apa yang telah di temukannya di laboratorium dapat terlatih dengan baik.
            Dengan demikian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas karya ilmiah Indonesia di jurnal perguruan tinggi, nasional, dan internasional maka memperbaiki sumber daya manusia perguruan tinggi dan fasilitas adalah langkah utama. Semoga Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi mengambil setiap kebijakan dengan Arif. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar