Surat Edaran yang Tak Mendarat --Analisa, 15 Februari 2012
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
“Keinginan yang
mewajibkan mahasiswa program sarjana, magister, dan doktor membuat karya ilmiah
di jurnal mengandung polemik”.(Kompas.
08/02/2012).
Timbulnya
polemik seperti di atas wajar terjadi karena apabila kita melihat kondisi
bangsa kita yang saat ini amburadul akibat kebijakan yang tidak mendarat dari
para pengambil kebijakan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan pun tidak lagi realisitis(bersifat
nyata).
Misalnya saja
kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi(Dikti),
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan lewat surat edarannya pada tanggal 27
januari 2012. Yang mana dalam isi surat edaran tersebut berisi keputusan yakni,
pertama Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi(Dikti) hanya akan akan menilai karya ilmiah jika artikel dan identitas
penulisnya bisa ditelusuri secara oline.
Selain itu, perguruan tinggi dan pengelola jurnal juga wajib mengunggah karya
ilmiah mahasiswa dan dosen pada portal Garuda, perguruan tinggi dan seterusnya.
Kedua, setiap
mahasiswa diperbolehkan lulus apabila sudah ada menerbitkan karya ilmiahnya di jurnal. Untuk S-1, paper mahasiswa harus sudah ada yang terbit
di jurnal ilmiah, S-2 harus menghasilkan paper
yang terbit pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi Dikti, dan untuk S-3
harus menghasilkan paper yang terbit
pada jurnal internasional.
Di satu sisi
memang kebijakan ini sepertinya mengharuskan mahasiswa dan dosen untuk berusaha
lebih giat lagi untuk menghasilkan tulisan ilmiahnya dan mempublikasikannya di
media cetak maupun online. Namun di sisi
lain kebijakan ini sebenarnya tidak mendarat, karena tidak menyelesaikan
permasalah rendahnya keluaran karya ilmiah Perguruan Tinggi Indonesia. Atau
dengan kata lain kebijakan yang terlalu mengada-ada, karena jangankan menulis
karya ilmiah untuk menulis karya tulis popular pun masih banyak dosen dan
mahasiswa yang tidak mampu untuk melakukannya.
Dan, karena ketidakmampuan
menulis dosen dan mahasiswa ini lah penyebab utama rendahnya hasil karya tulis
ilmiah Indonesia yang dimuat di jurnal. Alhasil Negara kita pun kalah jauh dari
Malaysia dan Thailad. Yaitu berdasarkan data selama kurun waktu 1996-2010,
Indonesia hanya memiliki 13.047 jurnal ilmiah, sementara Malaysia 55.211, dan
Thailand 58.931 jurnal ilmiah.
Rendahnya
kuantitas hasil karya ilmiah Indonesia yang dipublikasikan di jurnal ilmiah ini
sebenarnya menunjukkan betapa rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada
di perguruan tinggi. Akar permasalahan ini jika tidak segera diatasi
kemungkinan besar perguruan tinggi hanyalah kandang manusia yang hidup dalam
kebodohan. Dan dapat dikatakan bahwa bangsa ini tidak lagi memerlukan perguruan
tinggi karena tri darma perguruan tinggi itu telah sirna –pendidikan, pengabdian,
dan penelitian.
Penyebab
rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di perguruan tinggi ini adalah
akibat budaya memabaca dosen dan mahasiswa yang lemah. Dosen membaca hanya di
waktu-waktu tertentu saja, sedangkan mahasiswa hanya cukup membaca jika ada
tugas dari dosen. Atau dengan kata lain dosen dan mahasiswa belum menjadikan
budaya membaca itu sebagai bagian dari kebutuhannya.
Kelemahan dosen
dan mahasiswa dalam membaca mengakibatkan budaya tulis-menulis tidak
terpelihara dengan baik. Alhasil kemampuan para intelektual kampus ini pun
sangat rendah untuk menulis. Sehingga
apa yang pernah kita dengar menjadi bukti bahwa perguruan tinggi sedang hidup
dalam kebodohan, yaitu mahasiswa, dosen, bahkan professor melakukan tidankan plagiat.
Oleh karena itu,
untuk mengakhiri polemik tentang surat edaran yang tidak mendarat dari
Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi ini maka kebijakan
yang tersurat dalam surat edaran tersebut haruslah ditarik dari setiap
perguruan tinggi. Hal ini mengingat masih rendahnya sumber daya mahasiswa dan
dosen yang ada di perguruan tinggi. Jadi jika surat edaran ini diberlakukan
maka seperti menurut Bisman Nababan(Kompas,
08/02/2012) akan merugikan dosen dan mahasiswa serta perguruan tinggi.
Saran penulis, perbaikan
kualitas dosen dan mahasiswa sebenarnya hal utama yang perlu dilakukan oleh
Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi dalam rangka
memperbaiki kualitas dan kuantitas karya ilmiah Indonesia. Perbaikan kompetensi
dosen dapat dilakukan dengan pembentukan tim seleksi penerimaan dosen yang
berintegritas. Hal ini dapat mengantisipasi banyaknya dosen yang tidak
berkompeten di perguruan tinggi.
Selain itu, penyedian fasilitas perguruan
tinggi yang dapat mendorong minat dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan
pengetahuannya, seperti perpustakaan, laboratorium penelitian, dan laboratorium
diskusi perlu dikembangkan. Karena melalui fasilitas yang ada ini lah maka
kemampuan mahasiswa untuk menuliskan kembali apa yang telah di temukannya di
laboratorium dapat terlatih dengan baik.
Dengan
demikian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas karya ilmiah Indonesia di
jurnal perguruan tinggi, nasional, dan internasional maka memperbaiki sumber
daya manusia perguruan tinggi dan fasilitas adalah langkah utama. Semoga
Kementrian Pendidikan dan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi mengambil setiap
kebijakan dengan Arif. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar