Rabu, 12 Juni 2013

SARAN UNTUK PENDIDIKAN


Urgensi Soft Skill Dalam Dunia pendidikan - Analisa, 17 Juni 2011
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
Sungguh mengejutkan menurut saya secara pribadi, dimana pada saat ini begitu banyaknya orang yang sedang gencar-gencarnya mencari pekerjaan, namun masih ada pula pekerjaan yang belum ada yang mampu mengerjakannya. Sungguh ironi, ada apa ini?
Berdasarkan Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menunjukkan, bahwa sekitar 30 persen lowongan kerja tahun 2010 tidak terisi. Padahal, jumlah pencari kerja melimpah (Kompas, 11/02/2011). Lebih lanjut dinyatakan bahwa data dari provinsi, kabupaten, dan kota menunjukkan, terdaftar 4,12 juta pencari kerja. Adapun lowongan kerja yang tersedia bagi 2,38 juta orang, yang hanya terisi 1,62 juta orang (sekitar 70 persen).
Sungguh bukan jumlah yang sedikit tentunya berdasarkan data di atas. Seharusnya dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah jutaan orang maka peluang kerja yang ada pasti dapat tertutupi. Namun kondisi yang ada jauh dari yang diharapkan. Jika memang demikian, menjadi suatu pertanyaan besar bagi bangsa kita. Sebenarnya bagaimana kondisi pekerja yang ada di negeri kita saat ini?
Menurut  menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, pada pembukaan UI career dan Scholarship Expo XI di kampus Universitas Indonesia, (kompas,10/2/2011) menyatakan bahwa kondisi pasar kerja yang timpang lapangan kerja yang tak sebanding dengan pencari kerja yang ada pun tidak bisa terpenuhi karena kualifikas tenaga kerja yang tidak sesuai dengan permitaan pasar kerja”.
Budaya Pragmatis
Dengan kemajuan IPTEK saat ini sadar atau tidak sadar kita sedang beranjak ke budaya pragmatis. Mengapa tidak? Coba kita lihat di sekitar kita,  semuanya serba mudah, dan bahkan sangkin mudahnya kita ingin lebih mudah lagi. Bahkan lebih parah lagi kita sering berparadigma yang penting ada. Sehingga hal ini menjadikan semangat untuk bekerja keras itu sudah mulai luntur.
Misalnya dalam dunia pendidikan, para pelajar yang ingin cepat memperoleh gelar, tanpa kerja keras. Sehingga tidak sedikit  di antara kalangan mahasiswa yang nekat mengcopy paste tugas akhir kawannya atau disebut juga dengan Plagiat. Belum lagi mahasiswa yang lebih senang ke mol dan bermanja-manja dengan  Hand Phone dan computer kesayangannya. Semuanya membuat mahasiswa semakin pragmatis.
Oleh karena itu, setelah selesai dari studynya para pelajar menjadi pengangguran. Bahkan lebih ironinya lagi bukan karena lowongan kerja yang tidak ada namun karena kualitasnyalah yang tidak ada. Adapun Masalah yang menyebabkan banyaknya pengangguran alias lowongan kerja yang ada tidak terisi menurut Senior Manejer PT Aacenture Anna Nuralim adalah, “lima tahun belakangan, karakteter tenaga kerja lulusan baru perguruan Tinggi kurang cocok. Banyak yang memilih cabut ketika menghadapi tantangan sulit. Padahal, dibutuhkan orang berdaya juang tinggi yang tak mudah menyerah. Lulusan sekarang kebanyakan tak begitu”.
Selanjutnya senior Marketing Communication JobStreet.com Ade Wisnu Brata mengatakan, banyak perusahaan yang mengeluh rendahnya soft skill, seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, kepercayaan diri, dan tanggung jawab para pelamar kerja. Selain itu,pencari kerja baru (sarjana baru) sering kali berharap segera punya fasilitas kerja dan posisi baik secara cepat. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa “banyak pencari kerja tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang ada di CV-nya. Kompetensinya ternyata tidak seperti kenyataan, dan saat ini tercatat 1,5 juta pencari kerja di JobStreet.com
Melihat data di atas tentu lahir pertanyaan besar dalam hati kita, jadi apa sebenarnya yang dilakukan di dunia pendidikan kita saat ini, apakah pendidikan kita tidak mampu lagi mengahasilkan manusia yang berpotensi unggul dan berkarakter? Minimnya budaya kerja keras dan kecakapan hidup (soft skill) yang diterapkan dalam dunia pendidikan kita adalah akar permasalahannya. Dan hal ini harus segera diselesaikan, sebelum negeri kita menjadi budak Negara lain.
Belajar dari Negara Maju
Negara korea selatan adalah contoh Negara yang sangat peduli akan dunia pendidikannya. Sehingga untuk memajukkan dunia pendidikan di Negara tersebut mereka terlebih dahulu membenahi metode pengajaran dan penyampain materi ajar. Misalnya dengan menekankan kesadaran guru akan pentingnya karakter, mulai dari suasana, kemampuan, dan fasilitas yang mengarah kepada pembentukan karakter. (Elfindri, dkk 2010 : 70).
Sehingga dengan usaha dan kerja keras Korea Selatan tersebut, maka Negara itu menjadi salah satu Negara yang mengalami kemajuan yang pesat dalam bidang pendidikannya. Hasil lain yang dapat terlihat dari Negara ini adalah ciri khasnya, yaitu  dengan karakter kerja keras. Melalui hal itu, korea selatan telah menghasilkan produk manufaktur yang mampu masuk ke kancah internasional. Sungguh luar biasa Negara tersebut.
Jika kita lihat negeri kita saat ini,  apakah kita akan tetap menjadi Negara yang diam di tengah-tengah persaingan yang begitu ketat? Menurut hemat saya kita harus memulainya dari dasar, kita harus membangun fondasi yang kuat untuk menghasilkan Negara kita yang kuat pula dan mampu bersaing. Tidak cukup hanya kemampuan intelektual saja yang harus kita benahi, namun karakternya juga. Karena seperti yang terjadi di Negara kita saat ini, bukanlah yang tak berintelektual yang melakukan kejahatan, namun para intelektual itulah yang lebih kejam dalam melakukan kejahatan.
Oleh karena itu, karakter bangsa ini penting untuk diperbaharui sedari dini. Sebelum bangsa ini tinggal menjadi sejarah di masa mendatang. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah memberikan penekanan yang jelas akan pentingnya soft skill dan bukan hanya hard skil saja. Sehingga permasalahan pekerjaan ada, namun tidak ada yang dapat megerjakannya seperti yang terjadi saat ini tidak terulang kemabali. Semoga…!!!
Penulis adalah mahasiswa UNIMED, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah  Stambuk 2007. AKK UKMKP UP_FIP dan Anggota PERKAMEN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar