Urgensi Soft Skill Dalam Dunia pendidikan - Analisa, 17 Juni 2011
Oleh: Nasib Tua Lumban
Gaol
Sungguh
mengejutkan menurut saya secara pribadi, dimana pada saat ini begitu banyaknya
orang yang sedang gencar-gencarnya mencari pekerjaan, namun masih ada pula pekerjaan
yang belum ada yang mampu mengerjakannya. Sungguh ironi, ada apa ini?
Berdasarkan
Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menunjukkan, bahwa sekitar
30 persen lowongan kerja tahun 2010 tidak terisi. Padahal, jumlah pencari kerja
melimpah (Kompas, 11/02/2011). Lebih
lanjut dinyatakan bahwa data dari provinsi, kabupaten, dan kota menunjukkan,
terdaftar 4,12 juta pencari kerja. Adapun lowongan kerja yang tersedia bagi
2,38 juta orang, yang hanya terisi 1,62 juta orang (sekitar 70 persen).
Sungguh
bukan jumlah yang sedikit tentunya berdasarkan data di atas. Seharusnya dengan
jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah jutaan orang maka peluang kerja yang
ada pasti dapat tertutupi. Namun kondisi yang ada jauh dari yang diharapkan.
Jika memang demikian, menjadi suatu pertanyaan besar bagi bangsa kita.
Sebenarnya bagaimana kondisi pekerja yang ada di negeri kita saat ini?
Menurut menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Muhaimin
Iskandar, pada pembukaan UI career dan Scholarship Expo XI di kampus Universitas
Indonesia, (kompas,10/2/2011)
menyatakan bahwa kondisi pasar kerja yang timpang lapangan kerja yang tak
sebanding dengan pencari kerja yang ada pun tidak bisa terpenuhi karena
kualifikas tenaga kerja yang tidak sesuai dengan permitaan pasar kerja”.
Budaya
Pragmatis
Dengan
kemajuan IPTEK saat ini sadar atau tidak sadar kita sedang beranjak ke budaya
pragmatis. Mengapa tidak? Coba kita lihat di sekitar kita, semuanya serba mudah, dan bahkan sangkin
mudahnya kita ingin lebih mudah lagi. Bahkan lebih parah lagi kita sering
berparadigma yang penting ada. Sehingga hal ini menjadikan semangat untuk
bekerja keras itu sudah mulai luntur.
Misalnya
dalam dunia pendidikan, para pelajar yang ingin cepat memperoleh gelar, tanpa
kerja keras. Sehingga tidak sedikit di antara
kalangan mahasiswa yang nekat mengcopy
paste tugas akhir kawannya atau disebut juga dengan Plagiat. Belum lagi
mahasiswa yang lebih senang ke mol
dan bermanja-manja dengan Hand Phone dan
computer kesayangannya. Semuanya membuat mahasiswa semakin pragmatis.
Oleh
karena itu, setelah selesai dari studynya para pelajar menjadi pengangguran.
Bahkan lebih ironinya lagi bukan karena lowongan kerja yang tidak ada namun
karena kualitasnyalah yang tidak ada. Adapun Masalah yang menyebabkan banyaknya
pengangguran alias lowongan kerja yang ada tidak terisi menurut Senior Manejer
PT Aacenture Anna Nuralim adalah, “lima tahun belakangan, karakteter tenaga
kerja lulusan baru perguruan Tinggi kurang cocok. Banyak yang memilih cabut
ketika menghadapi tantangan sulit. Padahal, dibutuhkan orang berdaya juang
tinggi yang tak mudah menyerah. Lulusan sekarang kebanyakan tak begitu”.
Selanjutnya
senior Marketing Communication JobStreet.com Ade Wisnu Brata mengatakan, banyak
perusahaan yang mengeluh rendahnya soft skill, seperti kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, kepercayaan diri, dan tanggung jawab para pelamar kerja. Selain
itu,pencari kerja baru (sarjana baru) sering kali berharap segera punya
fasilitas kerja dan posisi baik secara cepat. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa
“banyak pencari kerja tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang ada di CV-nya.
Kompetensinya ternyata tidak seperti kenyataan, dan saat ini tercatat 1,5 juta
pencari kerja di JobStreet.com
Melihat
data di atas tentu lahir pertanyaan besar dalam hati kita, jadi apa sebenarnya
yang dilakukan di dunia pendidikan kita saat ini, apakah pendidikan kita tidak
mampu lagi mengahasilkan manusia yang berpotensi unggul dan berkarakter?
Minimnya budaya kerja keras dan kecakapan hidup (soft skill) yang diterapkan dalam dunia
pendidikan kita adalah akar permasalahannya. Dan hal ini harus segera
diselesaikan, sebelum negeri kita menjadi budak Negara lain.
Belajar
dari Negara Maju
Negara
korea selatan adalah contoh Negara yang sangat peduli akan dunia pendidikannya.
Sehingga untuk memajukkan dunia pendidikan di Negara tersebut mereka terlebih
dahulu membenahi metode pengajaran dan penyampain materi ajar. Misalnya dengan
menekankan kesadaran guru akan pentingnya karakter, mulai dari suasana,
kemampuan, dan fasilitas yang mengarah kepada pembentukan karakter. (Elfindri,
dkk 2010 : 70).
Sehingga
dengan usaha dan kerja keras Korea Selatan tersebut, maka Negara itu menjadi
salah satu Negara yang mengalami kemajuan yang pesat dalam bidang
pendidikannya. Hasil lain yang dapat terlihat dari Negara ini adalah ciri
khasnya, yaitu dengan karakter kerja
keras. Melalui hal itu, korea selatan telah menghasilkan produk manufaktur yang
mampu masuk ke kancah internasional. Sungguh luar biasa Negara tersebut.
Jika kita
lihat negeri kita saat ini, apakah kita
akan tetap menjadi Negara yang diam di tengah-tengah persaingan yang begitu
ketat? Menurut hemat saya kita harus memulainya dari dasar, kita harus
membangun fondasi yang kuat untuk menghasilkan Negara kita yang kuat pula dan
mampu bersaing. Tidak cukup hanya kemampuan intelektual saja yang harus kita
benahi, namun karakternya juga. Karena seperti yang terjadi di Negara kita saat
ini, bukanlah yang tak berintelektual yang melakukan kejahatan, namun para
intelektual itulah yang lebih kejam dalam melakukan kejahatan.
Oleh
karena itu, karakter bangsa ini penting untuk diperbaharui sedari dini. Sebelum
bangsa ini tinggal menjadi sejarah di masa mendatang. Hal sederhana yang dapat
dilakukan adalah memberikan penekanan yang jelas akan pentingnya soft skill dan bukan hanya hard skil saja. Sehingga permasalahan
pekerjaan ada, namun tidak ada yang dapat megerjakannya seperti yang terjadi
saat ini tidak terulang kemabali. Semoga…!!!
Penulis adalah mahasiswa UNIMED, Jurusan Pendidikan Luar
Sekolah Stambuk 2007. AKK UKMKP UP_FIP
dan Anggota PERKAMEN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar