Kamis, 13 Juni 2013

Budaya Konsumtif!


Memberantasan Budaya Konsumtif! 
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
Perekonomian global yang memperbolehkan barang luar negeri masuk ke pasar Indonesia tidaklah hanya memukul perekonomian di Indonesia. Namun perilaku masyarakat Indonesia pun semakin disorientasi karena pukulan produk dari luar yang begitu menjamur di pasaran. Baik itu produk yang berupa alat komunikasi, otomotif, dan barang-barang jenis lainnya.
Banyaknya barang-barang impor dari luar negeri tersebut menjadikan budaya konsumtif masyarakat Indonesia semakin mengkuatirkan. Hal ini terlihat dari sebagian besar masyarakat Indonesia yang tidak mampu lagi untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginannya.
Misalnya saja produk Smartphone yang masuk ke pasar Indonesia. Surat kabar harian ini melansir berita bahwa di tahun 2012, masyarakat Indonesia diproyeksikan kian menggandrungi Smartphone alias ponsel pintar.(Analisa, 13/01/2011) Tawaran harga yang semakin murah dari Smartphone semacam Android, Blackberry, dan iPhone ini adalah penyebab yang menjadikan masyarakat indonesia semakin konsumtif. Dan bukan hanya itu saja fasilitas kredit yang murah dari pihak bank-bank untuk pembelian barang tersebut pun membuat masyarakat lupa diri –memaksakan keinginan bukan lagi kebutuhan, sehingga sampai ada yang melakukan pencicilan demi memiliki ponsel pintar tersebut.
Tentunya kita masih ingat juga kejadian pada 25 November 2011, di Lobi Selatan Pasicifik, Jakarta Selatan yang menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu konsumtif. Ketika Perusahan Blackberry Bold 9790 atau yang lazim dikenal dengan nama Bellagio mengadakan diskon sebesar 50 persen bagi 1.000 pembeli telepon pintar(Blackberry Bold 9790), maka masyarakat Indonesia sampai ribuan orang pun memadati lokasi pendiskonan telepon pintar tersebut. Pada hal harga harga awal telepon pintar tersebut adalah Rp 4,6 juta, dan setelah didiskon harganya menjadi 2,3 juta. Setara dengan gaji Pegawai Negeri Sipil golongan III selama sebulan.
Banyaknya orang yang hendak memiliki telepon pintar itu menyababkan suasana di Lobi Selatan Pasicifik pun menjadi berubah kacau, padahal sebelumnya berlangsung dengan tertib. Dan menurut Media televisi sampai 90 orang yang pingsan, dan ada juga yang mengalami patah kaki. (Kompas, 26/11/2011).
Faktor Penyebab
Menurut Ahli Filsafat Ekonomi dari sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, B Herry Priyono, mengatakan, fenomena seperti yang terjadi di Selatan Pasicifik dikarenakan masyarakat tak mampu mengambil jarak terhadap konsumsi. Masyarakat tidak mampu membedakan apa yang sungguh dibutuhkan dan yang diinginkan. Inilah ironi masyarakat kita –buta membedakan kebutuhan atau keinginan.
Herry selanjutnya mengatakan, bahwa, hal itu juga disebabkan terjadi adiksi konsumsi. Masyarakat ketagihan barang-barang konsumtif. Keinginan untuk mengomsumsi sebuah produk itu tak ubahnya seperti orang yang kecanduan narkoba. Karena komsumsi sudah masuk pada tataran adiksi, orang tidak sanggup lagi menayakkan baik atau buruk. Pokoknya secara komplusif menginginkan itu. Seperti ketagiahan heroin,” katanya
Oleh karena itu budaya konsumtif yang sedang merasuki masyarakat Indonesia saat ini sangat perlu untuk diberantas. Karena apabila budaya ini tidak segera diberantas maka masyarakat Indonesia akan semakin jatuh dalam keterpurakan psikologis.
Artinya, masyarakat Indonesia akan mengusahakan berbagai hal untuk memuaskan hasrat keinginan semata. Sementara kebutuhan fisiknya tidak lagi dihiraukan. Pada hal dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Maka jika fisik masyarakat Indonesia tidak sehat karena mendahulukan keinginananya semata, maka secara tidak langsung jiwa atau piskologisnya pun akan terganggu.
Inilah akibat butruk dari budaya konsumtif, yaitu penomorduaan kebutuhan dan keinginan menjadi prioritas utama. Pada hal seharusnya kebutuhanlah yang menjadi utama.
Sungguh mengkawatirkan jika budaya konsumtif masyarakat Indonesia seperti yang ada saat ini tidak segera diatasi. Karena jika hal ini dibiarkan begitu saja, maka dampak lain yang akan menimpa masyarakat Indonesia adalah kecenderungan untuk boros, dan akibatnya adalah akan terjadi kemiskinan pada diri sendiri. Dan yang lebih mengkwatirkan lagi adalah bangsa Indonesia akan memasuki zona termiskin. Termiskin dalam perekonomian dan termiskin dalam berkarya.
Kita bisa melihat indikasi proses pemisikinan yang sedang terjadi di bangsa kita saat ini lewat laporan hasil Reserch In Motion, penghasil Blackberry yang berpusat di Kanada, yang mana pernah menjelaskan, bahwa pertumbuhan pelanggan Blackberry di Indonesia naik 10 kali lipat dalam waktu 24 bulan. Dan diprediksi ada 9,7 juta Blackberry yang bakal dijual di Indonesia tahun 2015. Bukankah hal ini menjadi pukulan keras bagi perekonomian dalam negeri? Demikian juga dengan budaya masyarakat Indonesia yang akan lebih kecanduan untuk memiliki suatu barang dari pada menghasilkan karyanya sendiri?
Kita tentunya tidak mengaharapkan hal yang demikian merusak perjalanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, budaya konsumtif masyarakat Indonesia yang ada saat ini harus segera diberantas. Menurut hemat penulis langkah yang harus segera dilakukan adalah pensosialisasian dari pemerintah. Pemerintah sebagai pelindung warga Negara Indonesia bukan hanya melindungi dari berbagai tindakan kekerasan saja untuk saat ini, akan tetapi pemerintah harus juga melindungi masyarakat Indonesia dari perilaku-perilaku yang cenderung membahayakan masyarakat dan bangsa –seperti budaya konsumtif.
Pensosialisasian tentang bahaya budaya konsumtif ini dapat dilakukan pemerintah lewat tayangan-tayangan di media elektronik maupun media cetak. Dan tidak ketinggalan pula peran kita untuk mengingatkan saudara sebangsa yang ada di sekitar kita agar tidak membudayakan perilaku konsumtif tetapi membudayakan perilaku hemat. Semoga tahun 2012 ini, kita membudayakan hidup hemat, karena melalaui budaya hidup hemat, kita dan bangsa Indonesia bisa terbebas dari krisis perekonomian.!***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar