Memberantasan Budaya Konsumtif!
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
Perekonomian
global yang memperbolehkan barang luar negeri masuk ke pasar Indonesia tidaklah
hanya memukul perekonomian di Indonesia. Namun perilaku masyarakat Indonesia
pun semakin disorientasi karena pukulan produk dari luar yang begitu menjamur
di pasaran. Baik itu produk yang berupa alat komunikasi, otomotif, dan
barang-barang jenis lainnya.
Banyaknya
barang-barang impor dari luar negeri tersebut menjadikan budaya konsumtif
masyarakat Indonesia semakin mengkuatirkan. Hal ini terlihat dari sebagian
besar masyarakat Indonesia yang tidak mampu lagi untuk membedakan antara kebutuhan
dan keinginannya.
Misalnya saja
produk Smartphone yang masuk ke pasar Indonesia. Surat kabar harian ini melansir
berita bahwa di tahun 2012, masyarakat Indonesia diproyeksikan kian
menggandrungi Smartphone alias ponsel pintar.(Analisa, 13/01/2011) Tawaran harga yang semakin murah dari
Smartphone semacam Android, Blackberry, dan iPhone ini adalah penyebab yang menjadikan
masyarakat indonesia semakin konsumtif. Dan bukan hanya itu saja fasilitas
kredit yang murah dari pihak bank-bank untuk pembelian barang tersebut pun membuat
masyarakat lupa diri –memaksakan keinginan bukan lagi kebutuhan, sehingga
sampai ada yang melakukan pencicilan demi memiliki ponsel pintar tersebut.
Tentunya kita
masih ingat juga kejadian pada 25 November 2011, di Lobi Selatan Pasicifik,
Jakarta Selatan yang menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu
konsumtif. Ketika Perusahan Blackberry Bold 9790 atau yang lazim dikenal dengan
nama Bellagio mengadakan diskon sebesar 50 persen bagi 1.000 pembeli telepon
pintar(Blackberry Bold 9790), maka masyarakat Indonesia sampai ribuan orang pun
memadati lokasi pendiskonan telepon pintar tersebut. Pada hal harga harga awal
telepon pintar tersebut adalah Rp 4,6 juta, dan setelah didiskon harganya
menjadi 2,3 juta. Setara dengan gaji Pegawai Negeri Sipil golongan III selama
sebulan.
Banyaknya orang yang
hendak memiliki telepon pintar itu menyababkan suasana di Lobi Selatan
Pasicifik pun menjadi berubah kacau, padahal sebelumnya berlangsung dengan
tertib. Dan menurut Media televisi sampai 90 orang yang pingsan, dan ada juga
yang mengalami patah kaki. (Kompas,
26/11/2011).
Faktor
Penyebab
Menurut Ahli
Filsafat Ekonomi dari sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, B Herry
Priyono, mengatakan, fenomena seperti yang terjadi di Selatan Pasicifik
dikarenakan masyarakat tak mampu mengambil jarak terhadap konsumsi. Masyarakat
tidak mampu membedakan apa yang sungguh dibutuhkan dan yang diinginkan. Inilah ironi masyarakat kita –buta
membedakan kebutuhan atau keinginan.
Herry selanjutnya
mengatakan, bahwa, hal itu juga disebabkan terjadi adiksi konsumsi. Masyarakat
ketagihan barang-barang konsumtif. Keinginan untuk mengomsumsi sebuah produk
itu tak ubahnya seperti orang yang kecanduan narkoba. Karena komsumsi sudah
masuk pada tataran adiksi, orang tidak sanggup lagi menayakkan baik atau buruk.
Pokoknya secara komplusif menginginkan itu. Seperti ketagiahan heroin,” katanya
Oleh karena itu
budaya konsumtif yang sedang merasuki masyarakat Indonesia saat ini sangat
perlu untuk diberantas. Karena apabila budaya ini tidak segera diberantas maka
masyarakat Indonesia akan semakin jatuh dalam keterpurakan psikologis.
Artinya,
masyarakat Indonesia akan mengusahakan berbagai hal untuk memuaskan hasrat
keinginan semata. Sementara kebutuhan fisiknya tidak lagi dihiraukan. Pada hal
dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Maka jika fisik masyarakat
Indonesia tidak sehat karena mendahulukan keinginananya semata, maka secara
tidak langsung jiwa atau piskologisnya pun akan terganggu.
Inilah akibat butruk
dari budaya konsumtif, yaitu penomorduaan kebutuhan dan keinginan menjadi
prioritas utama. Pada hal seharusnya kebutuhanlah yang menjadi utama.
Sungguh
mengkawatirkan jika budaya konsumtif masyarakat Indonesia seperti yang ada saat
ini tidak segera diatasi. Karena jika hal ini dibiarkan begitu saja, maka dampak
lain yang akan menimpa masyarakat Indonesia adalah kecenderungan untuk boros,
dan akibatnya adalah akan terjadi kemiskinan pada diri sendiri. Dan yang lebih
mengkwatirkan lagi adalah bangsa Indonesia akan memasuki zona termiskin.
Termiskin dalam perekonomian dan termiskin dalam berkarya.
Kita bisa
melihat indikasi proses pemisikinan yang sedang terjadi di bangsa kita saat ini
lewat laporan hasil Reserch In Motion, penghasil Blackberry yang berpusat di
Kanada, yang mana pernah menjelaskan, bahwa pertumbuhan pelanggan Blackberry di
Indonesia naik 10 kali lipat dalam waktu 24 bulan. Dan diprediksi ada 9,7 juta
Blackberry yang bakal dijual di Indonesia tahun 2015. Bukankah hal ini menjadi
pukulan keras bagi perekonomian dalam negeri? Demikian juga dengan budaya
masyarakat Indonesia yang akan lebih kecanduan untuk memiliki suatu barang dari
pada menghasilkan karyanya sendiri?
Kita tentunya
tidak mengaharapkan hal yang demikian merusak perjalanan bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, budaya konsumtif masyarakat Indonesia yang ada saat ini harus
segera diberantas. Menurut hemat penulis langkah yang harus segera dilakukan
adalah pensosialisasian dari pemerintah. Pemerintah sebagai pelindung warga
Negara Indonesia bukan hanya melindungi dari berbagai tindakan kekerasan saja
untuk saat ini, akan tetapi pemerintah harus juga melindungi masyarakat
Indonesia dari perilaku-perilaku yang cenderung membahayakan masyarakat dan
bangsa –seperti budaya konsumtif.
Pensosialisasian
tentang bahaya budaya konsumtif ini dapat dilakukan pemerintah lewat tayangan-tayangan
di media elektronik maupun media cetak. Dan tidak ketinggalan pula peran kita
untuk mengingatkan saudara sebangsa yang ada di sekitar kita agar tidak
membudayakan perilaku konsumtif tetapi membudayakan perilaku hemat. Semoga
tahun 2012 ini, kita membudayakan hidup hemat, karena melalaui budaya hidup hemat,
kita dan bangsa Indonesia bisa terbebas dari krisis perekonomian.!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar