Kamis, 13 Juni 2013

MENULIS DAN PERUBAHAN INDONESIA

Membudayakan Menulis demi Perubahan Indonesia
Oleh : Nasib Tua Lumban Gaol
Nama Kartini tentunya tidak asing lagi di daun telinga kita, karena sosok Kartini merupakan salah seorang tokoh wanita Indonesia yang memberikan pengaruh besar di negeri ini. Namun, pernahkah sebelumnya kita mengetahui bahwa di balik perjuangan Kartini tersebut, diawali dari budaya menulisnya, yang alhasil melalui serentetan tulisnya mampu mengubahkan?
Kartini yang bernama lengkap Raden Adjeng Kartini, adalah seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi yang membawa pengaruh besar di Indonesia. Sosok Kartini memang tidak asing lagi, apalagi setelah dia diangkat menjadi sebagai pahlawan Kemerdekaan Nasional, ketika Presiden Republik Indonesia, Soekarno mengeluarkan SK Presiden No.108 pada tanggal 2 Mei tahun 1964. Hari lahir Kartini pun, 21 April  ditetapkan sebagai hari besar yang harus diperingati setiap tahunnya. Selain itu, lagu Ibu Kartini juga tercipta untuk mengenang dan memaknai lebih dalam tentang perjuangan beliau.
Belajar dari Kartini
Masyarakat pada jaman Kartini memandang perempuan itu sebagai wanita yang memiliki kelas sosial yang rendah. Akibat pandangan yang demikian ini, maka cenderung perempuan mendapat perlakuan yang diskriminasi. Misalnya, perempuan hanya di rumah saja, tidak mendapat pendidikan yang sama dengan kaum pria, ada yang dipoligami, ada yang menikah pada usia dini, dan ada yang dijodoh-jodohkan.
Siapa menduga di tengah peliknya kondisi yang dialami oleh wanita Indonesia pada jaman Kartini waktu itu, Kartini sebagai seorang wanita yang berdarah pribumi turut ambil bagian untuk membebaskan pandangan rendah masyarakat terhadap wanita. Kehadiran Kartini bagaikan tetesan demi tetesan air hujan di musim kemarau –memberi kesegaran yang tak terkatakan.
Kartini awalnya berjuang dari kesadaran akan kondisi yang dialami oleh kaum perempuan yang begitu menggelisahkan hatinya, sehingga  dalam hatinya bertekat untuk membebaskan kaumnya dari tindak ketidakadilan. Sebelum usia 12 tahun kartini sudah belajar bahasa belanda di sekolah di ELS (Europese Lagere School), dan dari sinilah modal awal Kartini untuk membebaskan kaum wanita. Akan tetapi, di usia 12 tahun, kartini harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit, sesuai dengan adat yang berlaku pada waktu itu.
Meskipun demikian, ketika kartini sudah menerima panggilannya untuk membebaskan kaum wanita dari penindasan, maka tinggal di rumah tidak dijadikan dia sebagai alasan untuk tidak berbuat sesuatu. Semenjak di rumah kartini pun senantiasa belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Inilah salah satu hobi Kartini yang harus kita teladani di jaman sekarang ini, yaitu membaca dan menulis. Apabila seandainya Kartini tidak membangun budaya menulis dari awalnya, tentunya maksud baik Kartini untuk membebaskan kaum wanita dari penindasan kaum pria hanya ada dalam mimpi saja.
Membaca dan menulis dijadikan Kartini sebagai wahana untuk membuka cakrawala pemikirannya dan mengasah kemampuan berpikirnya. Tulisan demi tulisan pun habis dibaca oleh kartini, walapun tulisan itu kebanyakan berbahasa belanda. Misalnya, majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Dan melalui keseringan membaca majalah wanita belanda itu, Kartini pun terinspirasi untuk mengirimkan tulisannya, dan tulisanya  tersebut dimuat di majalah Belanda itu.
            Setelah semakin banyak tulisan-tulisan kartini, karena ketekunannya menulis, yang dibaca oleh masyarakat dan kaum Belanda ketika itu, maka lambat laun pandangan masyarakat dan kaum Belanda pun menjadi berubah terhadap wanita. Yaitu, mereka tidak lagi memandang wanita  itu sebagai kaum yang harus diberlakukan tidak adil atau menindas status sosial –tidak mendapat pendidikan dan ada pemaksaan untuk menikah.
Inilah menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh tulisan dari Kartini. Seandainya dia tidak menuangkan kegelisahan demi kegelisan yang dialaminya lewat tulisan-tulisannya, maka kemenagan kaum wanita pun tidak akan diperoleh hingga hari ini. Selain itu, ide-ide brilian kartini pun akan terkubur bersama jasadnya apabila tidak dituliskannya. Alias tidak akan muncul suatu peubahan. Apakah penduduk negeri ini  hanya akan menguburkan ide-idenya?
Bangsa kita saat ini sedang diselimuti berbagai permasalahan –kemiskinan, korupsi, kebodohan, dan ketidakadilan. Dengan demikian hal mendasar yang perlu kita miliki adalah memunculkan kepekaan atau kepedulian terhadap kondisi bangsa. Sama seperti Kartini yang prihatin atas kondisi yang dialami oleh kaum wanita. Setelah kita prihatin, maka kita harus belajar dari hal yang sedang kita hadapi, selanjutnya menuliskan yang terjadi itu. Sehingga dengan adanya tulisan yang menyimpan gagasan kreatif, maka akan terjadilah perubahan di negeri ini.
Pelajaran berharga selanjutnya yang bisa kita ambil dari Kartni adalah, budaya menulisnya yang mantap.  Demikian juga lah kita hendaknya, jika memang kita memilki impian untuk mengubah Bangsa ini, maka ada baikya kita mulai dari sekarang, yakni membudayakan menuliskan ide-ide yang terlintas di benak kita.
Oleh karena itu, kita patut belajar dari perjungan Kartini yang menghasilkan tulisan-tulisan yang luar biasa, demikian juga dengan semangatnya yang dapat membebaskan wanita dari penindasan. Karena itu hemat penulis, apabila kita hadir dengan tulisan-tulisan dan semangat yang membawa perubahan, maka bangsa ini akan semakin cepat terlepas dari berbagai belenggu masalah. Akhir kata, semoga tulisan saya ini dapat memberikan pencerahan dan motivasi, demi perubahan Indonesia menuju yang lebih baik. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar