Oleh : Nasib Tua Lumban Gaol
Nama Kartini tentunya tidak asing lagi di daun telinga kita, karena sosok
Kartini merupakan salah seorang tokoh wanita Indonesia yang memberikan pengaruh
besar di negeri ini. Namun, pernahkah sebelumnya kita mengetahui bahwa di balik
perjuangan Kartini tersebut, diawali dari budaya menulisnya, yang alhasil
melalui serentetan tulisnya mampu mengubahkan?
Kartini
yang bernama lengkap Raden Adjeng Kartini, adalah seorang pelopor
kebangkitan perempuan pribumi yang membawa
pengaruh besar di Indonesia. Sosok Kartini memang tidak asing lagi, apalagi setelah dia diangkat menjadi sebagai
pahlawan Kemerdekaan Nasional, ketika Presiden Republik Indonesia, Soekarno
mengeluarkan SK Presiden No.108 pada tanggal 2 Mei tahun 1964. Hari lahir
Kartini pun, 21 April ditetapkan sebagai
hari besar yang harus diperingati setiap tahunnya. Selain itu, lagu Ibu Kartini
juga tercipta untuk mengenang dan memaknai lebih dalam tentang perjuangan beliau.
Belajar
dari Kartini
Masyarakat pada jaman Kartini
memandang perempuan itu sebagai wanita yang memiliki kelas sosial yang rendah. Akibat
pandangan yang demikian ini, maka cenderung perempuan mendapat perlakuan yang
diskriminasi. Misalnya, perempuan hanya di rumah saja, tidak mendapat pendidikan
yang sama dengan kaum pria, ada yang dipoligami, ada yang menikah pada usia
dini, dan ada yang dijodoh-jodohkan.
Siapa menduga di tengah peliknya
kondisi yang dialami oleh wanita Indonesia pada jaman Kartini waktu itu, Kartini
sebagai seorang wanita yang berdarah pribumi turut ambil bagian untuk
membebaskan pandangan rendah masyarakat terhadap wanita. Kehadiran Kartini
bagaikan tetesan demi tetesan air hujan di musim kemarau –memberi kesegaran
yang tak terkatakan.
Kartini awalnya berjuang dari
kesadaran akan kondisi yang dialami oleh kaum perempuan yang begitu
menggelisahkan hatinya, sehingga dalam
hatinya bertekat untuk membebaskan kaumnya dari tindak ketidakadilan. Sebelum
usia 12 tahun kartini sudah belajar bahasa belanda di sekolah di ELS (Europese
Lagere School),
dan dari sinilah modal awal Kartini untuk membebaskan kaum wanita. Akan tetapi,
di usia 12 tahun, kartini harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit,
sesuai dengan adat yang berlaku pada waktu itu.
Meskipun demikian, ketika kartini
sudah menerima panggilannya untuk membebaskan kaum wanita dari penindasan, maka
tinggal di rumah tidak dijadikan dia sebagai alasan untuk tidak berbuat sesuatu.
Semenjak di rumah kartini pun senantiasa belajar sendiri dan menulis surat
kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Inilah salah satu hobi Kartini
yang harus kita teladani di jaman sekarang ini, yaitu membaca dan menulis. Apabila seandainya
Kartini tidak membangun budaya menulis dari awalnya, tentunya maksud baik
Kartini untuk membebaskan kaum wanita dari penindasan kaum pria hanya ada dalam
mimpi saja.
Membaca dan menulis dijadikan Kartini
sebagai wahana untuk membuka cakrawala pemikirannya dan mengasah kemampuan
berpikirnya. Tulisan demi tulisan pun habis dibaca oleh kartini, walapun tulisan
itu kebanyakan berbahasa belanda. Misalnya, majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Dan melalui keseringan
membaca majalah wanita belanda itu, Kartini pun terinspirasi untuk mengirimkan
tulisannya, dan tulisanya tersebut dimuat
di majalah Belanda itu.
Setelah semakin banyak
tulisan-tulisan kartini, karena ketekunannya menulis, yang dibaca oleh
masyarakat dan kaum Belanda ketika itu, maka lambat laun pandangan masyarakat
dan kaum Belanda pun menjadi berubah terhadap wanita. Yaitu, mereka tidak lagi
memandang wanita itu sebagai kaum yang
harus diberlakukan tidak adil atau menindas status sosial –tidak mendapat
pendidikan dan ada pemaksaan untuk menikah.
Inilah menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh tulisan
dari Kartini. Seandainya dia tidak menuangkan kegelisahan demi kegelisan yang
dialaminya lewat tulisan-tulisannya, maka kemenagan kaum wanita pun tidak akan diperoleh
hingga hari ini. Selain itu, ide-ide brilian kartini pun akan terkubur bersama
jasadnya apabila tidak dituliskannya. Alias tidak akan muncul suatu peubahan. Apakah
penduduk negeri ini hanya akan
menguburkan ide-idenya?
Bangsa kita saat ini sedang diselimuti berbagai
permasalahan –kemiskinan, korupsi, kebodohan, dan ketidakadilan. Dengan
demikian hal mendasar yang perlu kita miliki adalah memunculkan kepekaan atau
kepedulian terhadap kondisi bangsa. Sama seperti Kartini yang prihatin atas
kondisi yang dialami oleh kaum wanita. Setelah kita prihatin, maka kita harus
belajar dari hal yang sedang kita hadapi, selanjutnya menuliskan yang terjadi itu.
Sehingga dengan adanya tulisan yang menyimpan gagasan kreatif, maka akan
terjadilah perubahan di negeri ini.
Pelajaran berharga selanjutnya yang bisa kita ambil dari Kartni adalah, budaya
menulisnya yang mantap. Demikian juga lah
kita hendaknya, jika memang kita memilki impian untuk mengubah Bangsa ini, maka
ada baikya kita mulai dari sekarang, yakni membudayakan menuliskan ide-ide yang
terlintas di benak kita.
Oleh karena itu, kita patut belajar dari perjungan Kartini yang
menghasilkan tulisan-tulisan yang luar biasa, demikian juga dengan semangatnya yang
dapat membebaskan wanita dari penindasan. Karena itu hemat penulis, apabila
kita hadir dengan tulisan-tulisan dan semangat yang membawa perubahan, maka
bangsa ini akan semakin cepat terlepas dari berbagai belenggu masalah. Akhir
kata, semoga tulisan saya ini dapat memberikan pencerahan dan motivasi, demi perubahan
Indonesia menuju yang lebih baik. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar