Rabu, 12 Juni 2013

Melahirkan Guru yang Memerdekakan


Melahirkan Guru yang Memerdekakan --ANALISA, 02 Mei 2012 
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
            “Apa yang kita dapatkan hari ini adalah hasil usaha kita di masa lampau”. Ungkapan kata bijak ini tentunya tidak asing lagi di daun telinga kita, karena kata-kata itu lahir dari prinsip apa yang ditanam itulah yang dituai –hukum tabur tuai.
Mengetahui kondisi bangsa kita saat ini, hemat penulis adalah, guru yang ada saat ini sebenarnya kurang berhasil dalam melahirkan manusia yang merdeka: bebas dari tindakan penindasan. Atau dengan kata lain guru yang ada belum sepenuhnya membawa para pelajar itu menuju kemerdekaan.
Kasus korupsi, plagiarisme, pembunuhan, tauran antar pelajar dan antar mahasiswa adalah bukti bahwa guru kita sampai hari ini belum memerdekakan manusia dari situasi penindasan. Guru hanya melahirkan penindas-penindas baru yang tidak memiliki hati nurani dan yang tidak menjunjung tinggi kemerdekaan peserta didik.
Guru Penindas
Sebenarnya dalam pelaksanaan pendidikan saat ini, guru adalah penindas. Hal ini dikarenakan posisi guru yang seolah begitu mengharapkan untuk diagung-agungkan oleh muridnya. Selain itu, perilaku guru juga seolah menjadi penguasa yang otoriter –menjadikan murid sebagai objek pembelajaran dan bukan lagi subjek pembelajar.
            Memang penindasan yang dilakukan oleh guru di negeri kita ini bukanlah secara fisik lagi, akan tetapi penindasan yang tidak mengembangkan potensi daripada murid. Atau dengan kata lain, guru sebagai pendidik yang semestinya membentuk peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter dan berkompoten sedang mengalpakan dirinya. Hal ini lah yang mengakibatkan buruknya karakter dan kompetensi siswa.
Sadar atau tidak sadar lahirnya guru yang demikian adalah produk dari guru kita yang terdahulu yang memandang manusia itu sebagai makhluk ciptaan yang membutuhkan kemerdeakaan. Guru hanya menjadi pusat perhatian, sumber informasi, dan yang paling berkuasa di dalam ruangan kelas. Murid hanyalah manusia yang hanya perlu dibentuk bagaikan tanah liat –sesuka perut guru saja. Proses pendidikan yang demikian ini dikatakan Poulo Freire dengan pendidikan “Gaya Bank”.
Pendidikan gaya bank adalah gambaran antara hubungan guru – murid yang mengibaratkan guru adalah seorang penabung sedangkan murid adalah tempat menabung (bank) yang akan diisi oleh penabung setiap saat. Akibat dari pola pendidikan ini adalah, kemampuan murid untuk berkreasi dan berinovasi serta berpikir kritis telah dibunuh oleh guru.
Oleh karena itu, ketika guru melakukan penindasan, hasilnya adalah manusia-manusia penindas. Misalnya guru yang menindas akan memproduksikan kembali guru penindas atau birokrat penindas, yaitu yang mengkorupsikan uang rakyat, dan bentuk-bentuk penindasan lainnya.
Secara sederhananya Poulo Freire (1985) dalam bukunya yang berjudul The Political of education : culture, power, and liberation” menyusun daftar antagonism(dua pemahaman yang berlawanan) dalam pendidikan “Gaya Bank”. yaitu: guru mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-ap; guru berpikir, murid dipikirkan; guru berbicara, murid mendengarkan; guru mengatur, murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti; guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan dir; guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid; dan guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya.
Penindasan yang dilakukan oleh guru seperti yang dinyatakan Paulo Freire di atas sangatlah membahayakan karena anak didik sebenarnya tidak merdeka untuk berpikir dan berbuat. Kondisi seperti ini lah yang sebenarnya sedang melanda dunia pendidikan kita. Oleh karena itu, masalah ini harus segera diselesaikan, karena jika tidak, maka penduduk Indonesia akan terus ditindas atau dengan kata lain belum sepenuhnya memiliki kemerdekaan itu. Pada hal, kemerdekaan kita sudah tertuang dalam Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 –kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa (rakyat indonesia).
Dengan demikian, untuk melahirkan guru yang membudayakan memerdekakan siswa, maka setiap guru yang ada di negeri ini perlu diberikan pelatihan. Selain itu, guru juga perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar. Pengawas sekolah sebagai pemerhati proses belajar mengajar yang berlangsung di setiap sekolah haruslahlah lebih serius dalam membenahai  permasalahan ini.
Bangsa ini sangat memerlukan guru yang dapat memerdekakan siswa. Ketika siswa sudah merdeka: bertindak dan berpikir, maka lambat laun kondisi bangsa kita yang sedang mengkuatirkan ini dapat dipulihkan. Semoga telahirlah di negeri kita ini guru yang dapat memerdekakan peserta didik. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar