Melahirkan Guru yang Memerdekakan --ANALISA, 02 Mei 2012
Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol
“Apa
yang kita dapatkan hari ini adalah hasil usaha kita di masa lampau”. Ungkapan
kata bijak ini tentunya tidak asing lagi di daun telinga kita, karena kata-kata
itu lahir dari prinsip apa yang ditanam itulah yang dituai –hukum tabur tuai.
Mengetahui
kondisi bangsa kita saat ini, hemat penulis adalah, guru yang ada saat ini
sebenarnya kurang berhasil dalam melahirkan manusia yang merdeka: bebas dari tindakan
penindasan. Atau dengan kata lain guru yang ada belum sepenuhnya membawa para
pelajar itu menuju kemerdekaan.
Kasus korupsi,
plagiarisme, pembunuhan, tauran antar pelajar dan antar mahasiswa adalah bukti
bahwa guru kita sampai hari ini belum memerdekakan manusia dari situasi
penindasan. Guru hanya melahirkan penindas-penindas baru yang tidak memiliki
hati nurani dan yang tidak menjunjung tinggi kemerdekaan peserta didik.
Guru
Penindas
Sebenarnya dalam
pelaksanaan pendidikan saat ini, guru adalah penindas. Hal ini dikarenakan posisi
guru yang seolah begitu mengharapkan untuk diagung-agungkan oleh muridnya. Selain
itu, perilaku guru juga seolah menjadi penguasa yang otoriter –menjadikan murid
sebagai objek pembelajaran dan bukan lagi subjek pembelajar.
Memang
penindasan yang dilakukan oleh guru di negeri kita ini bukanlah secara fisik
lagi, akan tetapi penindasan yang tidak mengembangkan potensi daripada murid.
Atau dengan kata lain, guru sebagai pendidik yang semestinya membentuk peserta
didik menjadi pribadi yang berkarakter dan berkompoten sedang mengalpakan
dirinya. Hal ini lah yang mengakibatkan buruknya karakter dan kompetensi siswa.
Sadar atau tidak
sadar lahirnya guru yang demikian adalah produk dari guru kita yang terdahulu
yang memandang manusia itu sebagai makhluk ciptaan yang membutuhkan
kemerdeakaan. Guru hanya menjadi pusat perhatian, sumber informasi, dan yang paling
berkuasa di dalam ruangan kelas. Murid hanyalah manusia yang hanya perlu
dibentuk bagaikan tanah liat –sesuka perut guru saja. Proses pendidikan yang
demikian ini dikatakan Poulo Freire dengan pendidikan “Gaya Bank”.
Pendidikan gaya
bank adalah gambaran antara hubungan guru – murid yang mengibaratkan
guru adalah seorang penabung sedangkan murid adalah tempat menabung (bank) yang
akan diisi oleh penabung setiap saat. Akibat dari pola pendidikan ini adalah, kemampuan
murid untuk berkreasi dan berinovasi serta berpikir kritis telah dibunuh oleh
guru.
Oleh karena itu,
ketika guru melakukan penindasan, hasilnya adalah manusia-manusia penindas. Misalnya
guru yang menindas akan memproduksikan kembali guru penindas atau birokrat penindas,
yaitu yang mengkorupsikan uang rakyat, dan bentuk-bentuk penindasan lainnya.
Secara
sederhananya Poulo Freire (1985) dalam bukunya yang berjudul The Political of education : culture, power,
and liberation” menyusun daftar antagonism(dua pemahaman yang berlawanan)
dalam pendidikan “Gaya Bank”. yaitu: guru
mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-ap; guru
berpikir, murid dipikirkan; guru berbicara, murid mendengarkan; guru mengatur,
murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti; guru
bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan
gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan dir; guru
mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya dan
mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid; dan guru adalah subjek proses
belajar, murid objeknya.
Penindasan yang
dilakukan oleh guru seperti yang dinyatakan Paulo Freire di atas sangatlah
membahayakan karena anak didik sebenarnya tidak merdeka untuk berpikir dan
berbuat. Kondisi seperti ini lah yang sebenarnya sedang melanda dunia
pendidikan kita. Oleh karena itu, masalah ini harus segera diselesaikan, karena
jika tidak, maka penduduk Indonesia akan terus ditindas atau dengan kata lain belum
sepenuhnya memiliki kemerdekaan itu. Pada hal, kemerdekaan kita sudah tertuang
dalam Undang Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 –kemerdekaan itu
adalah hak segala bangsa (rakyat indonesia).
Dengan demikian,
untuk melahirkan guru yang membudayakan memerdekakan siswa, maka setiap guru
yang ada di negeri ini perlu diberikan pelatihan. Selain itu, guru juga perlu
diperhatikan dalam proses belajar mengajar. Pengawas sekolah sebagai pemerhati
proses belajar mengajar yang berlangsung di setiap sekolah haruslahlah lebih
serius dalam membenahai permasalahan
ini.
Bangsa ini
sangat memerlukan guru yang dapat memerdekakan siswa. Ketika siswa sudah
merdeka: bertindak dan berpikir, maka lambat laun kondisi bangsa kita yang
sedang mengkuatirkan ini dapat dipulihkan. Semoga telahirlah di negeri kita ini
guru yang dapat memerdekakan peserta didik. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar